Selasa, 12 Maret 2013

Ma'pasilaga Tedong: Adu Kerbau Ala Toraja



SALAH satu budaya yang menarik dari Tana Toraja adalah adat Mapasilaga Tedong atau adu kerbau. Kerbau yang diadu di sini bukanlah kerbau sembarangan. Biasanya, kerbau bule (Tedong Bunga) atau kerbau albino yang menjadi kerbau aduan. Kerbau yang termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) tersebut merupakan spesies kerbau yang hanya ditemukan di Tana Toraja.

Selain itu, ada juga kerbau Salepo yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung dan Lontong Boke yang berpunggung hitam. Jenis kerbau terakhir ini adalah yang paling mahal dengan bandrol mencapai ratusan juta rupiah. Kerbau jantan yang sudah dikebiri juga bisa diikutsertakan dalam Mapasilaga Tedong ini.

Sebelum upacara adat berlangsung, puluhan kerbau yang akan diadu dibariskan di lokasi upacara. Kerbau-kerbau tersebut kemudian diarak dengan didahului oleh tim pengusung gong, pembawa umbul-umbul, dan sejumlah wanita dari keluarga yang berduka ke lapangan yang berlokasi di rante (pemakaman). Saat barisan kerbau meninggalkan lokasi, musik pengiring akan dimainkan. Irama musik tradisional tersebut berasal dari sejumlah wanita yang menumbuk padi pada lesung secara bergantian.

Sebelum adu kerbau dimulai, panitia menyerahkan daging babi yang sudah dibakar, rokok, dan air nira yang sudah difermentasi (tuak), kepada pemandu kerbau dan para tamu. Adu kerbau kemudian dilakukan di sawah, dimulai dengan adu kerbau bule. Adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Ma’tinggoro Tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas.

Kerbau adalah hewan yang dianggap suci oleh suku Toraja. Kegiatan budaya ini biasanya ditampilkan saat Upacara Adat Rambu Solo, upacara pemakaman leluhur yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Demikian dikutip dari Paling Indonesia.

Jumat, 01 Maret 2013

Berburu Ukiran Toraja




RUMAH Adat Tongkonan Toraja  memiliki variasi gambar dan simbol yang diukir menghiasi semua bagiannya. Ukiran-ukiran tersebut untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial suku Toraja yang disebut Pa’ssura (Penyampaian). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

Pola yang terukir memiliki makna dengan presentase simbol tertentu dari pemilik atau rumpun keluarga yang punya nilai magis. Ukiran-ukiran Toraja itu diyakini memiliki kekuatan alam atau supranatural tertentu.

Diperkirakan, tidak kurang dari 67 jenis ukiran dengan aneka corak dan makna. Warna-warna yang dominan adalah merah, kunig, putih dan hitam. Semua sumber warna berasal dari tanah liat yang disebut Litak kecuali warna hitam yang berasal dari jelaga atau bagian dalam pisang muda. Pencipta awal mula ukiran-ukiran magis ini diyakini dari Ne’ Limbongan yang mana simbolnya adalah berupa lingkaran berbatas bujur sangkar bermakna mata angin.

Setiap pola ukiran abstrak punya nama dan kisah antara lain motif “empat lingkaran yang ada dalam bujur sangkar” biasanya ada di pucuk rumah yang melambangkan kebesaran dan keagungan. Makna yang terkandung dalam simbol-simbol itu antara lain simbol kebesaran bangsawan ( motif paku), simbol persatuan ( motif lingkaran 2 angka delapan), simbol penyimpanan harta ( motif empat lingkaran berpotongan dan bersimpul) dll.

Selain motif-motif abstrak itu, beragam pula pola-pola yang realistis mengikuti bentuk binatang tertentu antara lain burung bangau (motif Korong), motif bebek ( Kotte), Anjing ( motif Asu), Kerbau ( Tedong), Babi ( Bai) dan ayam ( Pa’manuk Londong).

Kreatifitas seni ukiran Toraja saat ini semakin berkembang dalam berbagai bentuk media. Tidak hanya dari kayu, namun beberapa seniman telah mengembangkan dengan menggunakan bordir bahkan merambah ke motif batik.  Ukiran-ukiran magis ini telah menjadi media pengembangan dari sisi ekonomi masyarakatnya.

Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. lambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.

Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja, selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar ukiran dari ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur. Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri. Suku Toraja menggunakan bambu untuk membuat jelas ornamen geometris tersebut.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys